Rabu, 15 Juni 2011

Bila Sel Telur Lebih dari Satu

Bila Sel Telur Lebih dari Satu  

Senin, 08 September 2008 | 13:36 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Dini, 17 tahun, sudah empat bulan tidak mengalami haid. Awalnya, haid yang tidak datang itu disambutnya gembira. Tapi, lama-kelamaan, cewek berambut panjang ini menjadi stres. "Kok mensnya tidak keluar-keluar, padahal teman-teman yang lain normal semua," pikirnya. Karena tidak mau terlalu lama stres, akhirnya Dini memeriksakan diri ke dokter. Dari diagnosis dokter, ternyata dia mengalami sindrom ovarium polikistik yang, bila tidak diobati, mengakibatkan ketidaksuburan.
Sindrom ovarium polikistik (SPOK) atau hiperandrogen ovarium fungsional merupakan gangguan endokrin kompleks yang ditandai dengan anovulasi dan hiperandrogen. Angka kejadian kasus ini cukup tinggi, yaitu 10 persen dari wanita usia reproduksi (15-40 tahun). Dan SPOK menjadi salah satu penyebab terbanyak terjadinya infertilitas pada wanita.
Untuk mendiagnosis SPOK, dokter akan melakukan pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG). Lewat pemeriksaan USG, akan dilihat bentuk sel telur. "Manusia yang sehat hanya memiliki satu sel telur matang setiap bulannya, hampir tidak mungkin lebih dari satu. Tapi, pasien SPOK justru memproduksi sel telur yang banyak tapi kecil-kecil yang menempel pada indung telur dan tidak bisa matang. Selama sel telur tidak matang, dia tidak akan bisa keluar sehingga tidak terjadi ovulasi," Dr Andon Hestiantoro, SpOG (K), menuturkan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dr Budi Wiweko, SpOG, mengatakan gejala SPOK adalah gangguan haid, infertilitas, dan hiperandrogen. Dia menjelaskan, haid disebut normal apabila jarak antarsiklusnya 26-35 hari. "Jika terlalu cepat atau terlalu lama, itu sudah nggak benar. Atau haidnya tidak teratur, berarti ada sesuatu yang salah dengan sel telurnya," ucapnya.
Hiperandrogen tak lain dari kondisi tingginya hormon pria pada wanita. Lazimnya, hormon androgen secara alami memang terdapat dalam tubuh wanita, tapi jumlahnya sedikit. Kondisi hiperandrogen dapat dikenali dengan banyaknya hirsutisme atau jerawat. Namun, tidak semua wanita berjerawat memiliki hormon androgen yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Hirsutisme merupakan kelainan pertumbuhan rambut yang tidak sesuai pada daerah yang sensitif terhadap androgen, seperti di dagu, di atas bibir, leher, dada, punggung atas dan bawah, abdomen atas dan bawah, lengan atas, paha, serta perineum--area antara vagina dan anus. "Tingginya kadar hormon androgen membuat sel telur tidak bisa matang," kata Budi.
Staf Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini menyebutkan faktor pemicu SPOK adalah hiperandrogen, resistensi insulin, obesitas, genetik, atau gangguan metabolik. Resistansi insulin merupakan kondisi ketika tubuh berusaha memasukkan glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan produksi hormon insulin. Namun, karena tempat kerja insulin tidak sensitif sehingga insulin tidak dapat masuk ke sel, akibatnya terjadilah hiperinsulin. Insulin ini lalu bergerak bebas dan masuk ke sel telur. Dalam sel telur, insulin akan mengacaukan kerja sel telur, sehingga sel tidak bisa matang. Telur yang tidak matang itu menyebabkan wanita tersebut tidak mengalami haid dan akhirnya tidak dapat hamil, karena sel sperma hanya membuahi sel telur yang matang dan dilepaskan dari indung telur.
Menurut Budi, 80 persen wanita obes atau yang menderita gangguan metabolik mengalami gangguan insulin. Bukan hanya karena obesitas, wanita yang memiliki berat badan normal pun berisiko terkena SPOK. Hal ini karena banyak wanita dengan indeks massa tubuh (berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat) normal mengalami obesitas sentral (lingkar pinggang lebih besar dari 80 sentimeter atau perbandingan lingkar pinggang dan lingkar paha di atas 0,72 sentimeter). Timbunan lemak di perut ini menimbulkan perubahan keseimbangan zat-zat kimiawi tertentu yang dapat mengakibatkan menurunnya sensitivitas insulin, sehingga kadar insulin lebih tinggi yang akhirnya memicu munculnya resistansi insulin. "Pada wanita, ada tipe apel dan tipe buah pir. Mereka yang tipe apel cenderung mengalami sindrom metabolik," ujarnya.
Andon menambahkan, tata laksana SPOK dengan gangguan masalah kesuburan di lini pertama tak lain dengan memperbaiki gaya hidup, seperti berolahraga teratur dan membatasi asupan kalori yang berlebih. Sebab, menurut Andon, penurunan lima persen dari berat badan semula dapat memperbaiki pematangan sel telur dan memperbaiki resistansi insulin. Terapi rendah lemak dan gula serta banyak makan sayuran sangat dianjurkan bagi mereka yang memiliki berat badan berlebih. Olahraga aerobik teratur, seperti jalan kaki 30 menit, yoga, meditasi, dan relaksasi, dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar gula darah dan kolesterol.
Bila tidak berhasil, pilihannya lini kedua, yakni menggunakan obat pemicu ovulasi. Jika masih gagal, obat pemicu ovulasi bisa dikombinasikan dengan obat yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin. "Bila lini kedua gagal, pilihannya adalah melakukan drilling atau melubangi ovarium dengan laparaskopi," ujar Andon.
Marlina Marianna Siahaan
: http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2008/09/08/brk,20080908-134296,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar